Sabtu, 13 September 2014

Fraudulent Financial Reporting


Gambar :


Judul : Fraudulent Financial  Reporting 
Nama : Arya
Deskripsi :
Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja atau ceroboh,baik dengan tindakan atau penghapusan,yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias). Fraudulent financial reporting yang terjadi disuatu perusahaan memerlukan perhatian khusus dari auditor independen.
Arens (2005 : 310) dalam bukunya yang berjudul “Auditing & Assurance Services : An Integrated Approach” edisi ke-10 pada bab 11 tentang fraud auditing, antara lain menyebutkan :
Fraudulent financial reporting is an intentional misstatement or omission of amounts or disclosure with the intent to deceive users. Most cases of fraudulent financial reporting involve the intentional  misstatement of amounts not disclosures. For example, worldcom is reported to have capitalized as fixed asset, billions dollars that should have been expensed. Omission of amounts are less common, but a company can overstate income by omittingaccount payable and other liabilities.
Although less frequent, several notable  cases of fraudulent financial reporting involved adequate disclosure. For example, a central issue in the enron case was whether the company had adequately disclosed obligations to affiliates known as specialm purpose entities.

Penyebab fraudulent financial reporting umumnya  3 (tiga) hal sbb :
1. Manipulasi, falsifikasi, alterasi atas catatan akuntansi dan dokumen pendukung atau laporan keuangan yang disajikan.
2. Salah penyajian (misrepresentation) atau kesalahan informasi yang signifikan dalam laporan keuangan.
3. Salah penerapan (misapplication) dari prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian (presentation) dan pengungkapan (disclosure).
Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen dengan auditor independen. Salah satu upaya untuk mencegah adanya kolusi tersbut, maka perlu dilakukan rotasi auditor independen dalam melakukan audit suatu perusahaan. Berkaitan dengan hal ini Carcello (2004) dalam artikelnya yang berjudul Audit firm tenure and fraudulent financial reporting ”, menyatakan  :

The Sarbanes-Oxley Act (U.S. House of Representatives 2002) required the U.S. Comptroller General to study the potential effects of requiring mandatory audit firm rotation. The U.S. General Accounting Office (GAO) concludes in its recently released study of mandatory audit firm rotation that "mandatory audit firm rotation may not be the most efficient way to strengthen auditor independence" (GAO 2003, Highlights). However, the GAO also suggests that mandatory audit firm rotation could be necessary if the Sarbanes-Oxley Act's requirements do not lead to improved audit quality (GAO 2003, 5).

Berdasarkan penelitian  COSO (1999)  yang berjudul “Fraudulent Financial Reporting : 1987 – 1997, An Analysis of U.S. Public Company”, bahwa dari hasil analisa perusahaan yang listing di Securities Exchange Commission (SEC) selama periode Januari 1987 s.d. Desember 1997 ( 11 tahun) dapat disimpulkan :
Teridentifikasi sejumlah 300 perusahaan yang terdapat fraudulent financial reporting yang memiliki karakteristik yaitu memiliki permasalahan bidang keuangan (experiencing financial distress), lax oversight dan terdapat fraud dengan jumah uang yang besar (Ongoing, large-dollar frauds). 
Contoh kasus Fraudulent Financial Reporting antara lain Enron, Tyco, Adelphia dan WorldCom.

Pencegahan & Pendeteksian Fraud

Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan (financial statement) tersebut. Oleh karena itu akuntan publik harus bisa menccegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen. Red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan (fraud) yang terjadi.
Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan kefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Hasil penelitian Wilopo tersebut juga menunjukkan bahwa dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh, tidak secara partial.
Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain :
  1. Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
  2. Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian.
  3. Pelaksanaan good governance
  4. Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.

The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu :

  1. Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas proses pelaporan keuangan(financial reporting).
  2. Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke fraudulent financial reporting.
  3. Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam perusahaan.
  4. Mendisain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk financial reporting.
Mulfrod & Comiskey (2002) menulis buku terkait dengan creative accounting yang berjudul “The Financial Numbers Game : Detecting Creative Accounting Practices”. Buku tersebut meskipun lebih difokuskan bagi para investor sebagai pembelajaran untuk mengetahui secara cepat adanya kecurangan akuntansi (fraudulent accounting), namun perlu diketahui juga oleh auditor.

Beberapa atribut yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya risiko terdapat fraudulent financial reporting di perusahaan, antara lain :
  1. Terdapat kelemahan dalam pengendalian intern (internal control).
  2. Perusahaan tidak memiliki komite audit.
  3. Terdapat hubungan kekeluargaan (family relationship) antara manajemen (Director) dengan karyawan perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar